Sunday, May 19, 2013

Di Jerman, Sepakbola Bukan Soal Uang Semata


Klub-klub yang berlaga di Bundesliga punya harga tiket yang jauh lebih murah dibanding kompetisi domestik Eropa lain. Tapi di saat bersamaan Bayern Munich dkk. juga punya kondisi keuangan yang sangat sehat.

Kelolosan Bayern Munich dan Borussia Dortmund ke final Liga Champions musim ini menjadi highlight dari kekuatan liga domestik Jerman. Die Roten dan Die Borussen tampil gemilang di semifinal dengan mengalahkan dua raksasa Spanyol, Barcelona dan Real Madrid.

Memastikan terjadinya 'all German final' buka satu-satunya keunggulan Bundesliga jika dibanding Seri A, La Liga Primera dan bahkan Premier League sekalipun. Bundesliga punya kepekaan (atau empati) yang lebih besar terhadap fansnya. Bukti paling gampang yang bisa ditemui adalah soal harga tiket pertandingan.

Bayern, yang sudah memastikan mendapat kembali gelar juara Liga Jerman musim ini, cuma mematok harga mulai dari 104 poundsterling (sekitar Rp 1,5 juta) untuk tiket musiman. Padahal mereka punya segalah hak untuk memasang harga tinggi terkait statusnya sebagai yang terbesar di Jerman dan salah satu klub dengan sejarah paling berkilau di Eropa. Sementara Arsenal, yang belum memenangi satupun gelar dalam delapan tahun, memasang harga 985 poundsterling (Rp 14,9 juta) untuk tiket musiman paling ekonomis. Bahkan Wigan Athletic mematok harga tiket musiman termurahnya dengan 255 poundsterling (Rp 3,8 juta).

"Kami bisa saja mematok harga lebih dari 104 poundsterling. Sebut saja, misalnya, 300 poundsterling. Kami akan mendapat pemasukan lebih sekitar dua juta euro, tapi buat apa dua juta euro untuk kami? Jika terkait transfer pemain hal itu bisa didiskusikan dalam lima menit. Tapi perbedaan antara 104 poundsterling dan 300 poundsterling sangat besar untuk fans."

"Kami tidak berpikir fans seperti sapi, yang bisa Anda perah. Sepakbola harusnya buat semua orang. Itu perbedaan terbesar antara kami (Bundesliga) dengan di Inggris," papar Presiden Bayern Uli Hoeness beberapa hari lalu.

Meski cuma meraup sedikit pemasukan dari penjualan tiket, toh klub-klub Jerman punya keuangan yang relatif lebih sehat. Apalagi Bundesliga menerapkan aturan tegas soal kondisi keuangan klub. Musim lalu di Bundesliga cuma ada empat klub yang terbelit utang, sementara di Premier League justru cuma ada tiga klub yang terbebas dari utang. Kondisi serupa terjadi di Italia, dan tentunya Spanyol karena klub sebesar Madrid dan Barca saja tetap dibebat utang.

Superstar sepakbola memang tak banyak yang merumput di Liga Jerman, karena kontrak luar biasa besar tidak mereka dapatkan di sana. Tapi di sisi lain hal tersebut punya pengaruh positif terhadap timnas Jerman, terkait pengembangan pemain muda lokal. Di Bundesliga 52% pemainnya berstatus home-grown, sementara di Liga Inggris jumlahya 32%.

Murahnya harga tiket jelas berefek pada tingginya jumlah rata-rata penonton per pertandingan. Musim lalu, satu pertandingan Bundesliga rata-rata ditonton langsung oleh 44.293 orang. Jumlah tersebut menjadikan Liga Jerman sebagai liga dengan jumlah penonton terbanyak di banding empat kompetisi teratas lainnya. Sebagai pembanding, untuk periode yang sama Premier League rata-rata disaksikan oleh 34.601 penonton per pertandingan.

Hal lain yang membuat stadion-stadion di Jerman mampu menyerap lebih banyak penonton untuk menyaksikan langsung pertandingan adalah masih adanya tribun berdiri -- hal mana sudah cukup lama dilarang di Inggris karena alasan hooliganisme dan keamanan. Tribun berdiri ini kemudian mampu menghadirkan suasana matchday yang sangat berbeda.

Westfalenstadion, atau yang dikenal sebagai Signal Iduna Park dan merupakan kandang Dortmund, memiliki apa yang disebut dengan die Sudtribune. Sisi stadion yang khusus untuk suporter tuan rumah itu merupakan tribun berdiri terbesar di Eropa saat ini dengan total mampu menampung 25.000 fans. Tanya Cristiano Ronaldo dkk bagaimana rasanya bermain di depan die Sudtribune itu.



Buat fans Borussia Dortmund, Bayern Munich, Bayern Leverkusen, Schalke 04 atau bahkan Hoffenheim sekalipun, sepakbola adalah soal passion. Mereka hidup untuk klubnya. Hal lainnya, fans klub-klub Jerman sangatlah akur satu dengan yang lain. Jangan heran kalau segerombolan fans Bayern dan sekelompok suporter Dortmund asyik ngobrol bareng menuju stadion dan bahkan saat laga tuntas dan pulang ke rumah masing-masing.

Akhir pekan kemarin misalnya, saat Dortmund dan Bayern berhadapan dalan lanjutan Liga Jerman. Ketika Rafinha dikartu merah dan sempat berkonfontasi dengan Juergen Klopp di pinggir lapangan, tak ada laporan soal keributan antara suporter kedua tim. Padahal itu laga panas, sebagai persiapan untuk final Liga Champions di akhir bulan ini.

Dan terkait dengan laga final Liga Champions di akhir bulan nanti, Inggris (Premier League) akan dapat pelajaran bahwa sepakbola pada esensinya adalah soal semangat dan antusiasme, bukan uang semata, saat Bayern vs Dortmun mentas di New Wembley.

Tinggalkan Komentarnya Dulur
EmoticonEmoticon